my eat and travel story
because every foods and places have their own story
Saturday, February 10, 2024
Tuesday, April 28, 2015
Pindaaaaah!!
I like to move it move it
I like to move it move it
I like to... move it!!!
I like to move it move it
I like to... move it!!!
Karena mengedit di blogspot sangat membuat saya jadi frustasi, kadang udah diedit begini, pas di-save bagus, tapi pas diedit lagi layout-nya berubah sendiri, akhirnya saya memutuskan memindahkan blog saya ke wordpress. Masih dengan nama yang sama, myeatandtravelstory.wordpress.com
Dengan demikian, postingan di sini ga akan ditambahin lagi, silakan berkunjung ke blog saya yang baru untuk menikmati postingan-postingan terbaru saya ;-)
Tuesday, April 21, 2015
Holiday is Lombok! (Hari Kedua)
SEKILAS INFO : Kunjungi blog saya yang baru di myeatandtravelstory.wordpress.com yaaa. Di sana, kulinernya diupdate terus...
Hari kedua ini kita sekeluarga berangkat pagi-pagi. Jam 7 kita udah ciao dari hotel. Soalnya, kata Mas Aries jarak yang akan ditempuh jauh banget. Jadi kita lebih baik berangkat pagi-pagi. Dan memang, setelah saya ngeliat di Google Maps, Pantai Pink yang jadi tujuan pertama kita hari itu jauuuuuh banget. Bener-bener perjalanan dari ujung ke ujung.
Perjalanan menuju Pantai Pink melewati kota Praya di Lombok Tengah. Mas Aries yang ga hafal jalan, karena udah lama dan hanya pernah sekali pergi ke sana, menggunakan Google Maps dan berkali-kali mesti turun dari mobil untuk bertanya ke penduduk setempat. Malu bertanya sesat di jalan!
TIPS 3 : Kalo kamu ga yakin ama jalan yang mesti dilalui, daripada sotoy, mendingan nanya deh ama penduduk setempat. Salah jalan bakal ngabisin waktu! Sayang kan?
Jalan Lombok oke buanget. Kemulusan jalannya menurut saya di atas rata-rata. Faktor ini penting banget buat suatu daerah yang memajukan pariwisatanya. Selain itu, papan penunjuk jalan yang lengkap dan jelas juga penting. Tapi sayang, rupanya faktor yang kedua ini jadi kekurangan di Lombok. Menuju Pantai Pink, hampir tidak terlihat papan penunjuk jalannya. Itulah yang ngebikin Mas Aries mesti beberapa kali nanya ke warga setempat.
Setelah melewati jalan raya yang mulus dan lebar, jalan ke Pantai Pink mulai mengecil dan kurang mulus. Lebarnya hanya muat untuk satu setengah mobil. Kalo berpapasan sama kendaraan yang berlawanan arah kita mesti menurunkan kecepatan dan sedikit menepi supaya masing-masing bisa lewat. Dan di titik sekitar 8 km dari lokasi, jalan beraspal habis, digantikan oleh kombinasi jalan kerikil yang sudah diratakan, jalan berlapis kapur, dan aspal yang sudah rusak. Keliatannya sih jalan-jalan ini nantinya akan diaspal, mungkin dalam beberapa bulan ke depan akan jadi bagus.
Menjelang tujuan, pintu pantai ada di sebelah kiri dan diportal kayu. Ada preman cilik yang menjaga. Ga ada tiket resmi, jadi kita ngasih duit alakadarnya 10 ribu aja. Jalan menuju pantai agak menurun namun untungnya sudah dibeton, walau tidak terlalu rata. Mendingan lah, daripada cuma tanah berbatu. Kalo hujan pasti bakalan licin. Akhirnya, jam 10 siang kita sampe di pantai! Lumayan juga perjalanannya, sekitar 73 km lho, bayangkan!
Tanjung Ringgit sendiri berada sangat dekat dengan Pantai Pink, cuma sekitar 500 meter. Di sini, walau cuma tebing-tebing dan ga ada pantai, pemandangannya wow banget. Saya sempet ngambil beberapa foto di sini. Walau ada beberapa jadwal pantai lagi, namun kita memutuskan untuk tidak mengunjunginya. Selain karena akan menghabiskan waktu, kita juga udah capek dan merasa membutuhkan wisata selain pantai untuk menghabiskan sisa hari ini.
Baca selengkapnya di "Exploring Pantai Pink dan Tanjung Ringgit (Lombok Timur)"
Sepulang dari Tanjung Ringgit, karena udah tengah hari, kita langsung meminta Mas Aries untuk mengarahkan kendaraan ke rumah makan di kota Praya. Rumah makan yang kita datangi bukan merupakan tempat makan terkenal (sehingga ga dapet ulasan khusus), namanya RM Raniya. Agak menyebalkan makan di sini, karena pelayanannya lama. Jadinya cukup membuang waktu kita. Untung aja ayam taliwangnya enak. Jadi, kekecewaan karena menunggu lama agak terobati. Ini juga pertama kalinya kita mesen Bebalung, alias sop tulang khas Lombok. Kuahnya pake jahe.
Setelah makan, kita langsung berangkat lagi ke arah kota Mataram, untuk menuju ke Taman Narmada. Selama perjalanan di Lombok, kamu pasti akan menyadari bahwa ada sangat banyak masjid yang bisa dilihat dari tepi jalan. Masjid yang besar-besar dan pada umumnya belum selesai. Konon kata Mas Aries, masjid-masijd ini dibangun oleh para warga Lombok yang sukses dalam berusaha, umumnya para perantau. Pendek kata, masjid-masjid ini menjadi penanda kesuksesan mereka. Bagi saya, masjid-masjid ini malahan menjadi contoh pamer dan riya'. Apalagi kalo saya perhatikan, masjid-masjid yang baru dibangun tersebut kebanyakan bangunannya tinggi-tinggi, berdiri dengan angkuh, seakan-akan supaya dapat terlihat dari kejauhan. But anyway, saya aja belom mampu untuk membuat masjid sendiri. Hanya Allah yang mengetahui isi hati mereka. Wallahu 'alam.
Sampai di Taman Narmada, di tepi Jalan Raya Narmada, waktu sudah menunjukkan jam 4 sore. Taman Narmada terletak 10 km dari hotel kami, jadi jaraknya ga terlalu jauh di luar kota Mataram. Tamannya luas, bahkan memiliki sebuah kolam renang untuk umum. Ada beberapa orang yang sedang jogging. Ini kedua kalinya saya menemukan orang jogging di kawasan pura. Sebelumnya di Taman Mayura pun saya menemukan orang yang jogging. Enak sih memang, suasananya asri buat lari-lari.
Baca selengkapnya di "Menenangkan Hati di Taman Narmada (Lombok Barat)"
Untuk keluar dari Taman Narmada, kita diharuskan melalui jalan yang berbeda dari saat masuk. Yap, ini trik supaya kita mesti melewati kios-kios warga setempat yang menjual cinderamata. Adik saya tampaknya tertarik membeli gelang anyaman untu oleh-oleh. Hmm, di sini kita cukup ngabisin waktu juga. Duh, padahal setelah ini kan kita masih mau mengunjungi Pura Lingsar. Apakah waktunya akan cukup?
Dari Taman Narmada, Mas Aries membawa kita ke daerah Ampenan. Namun karena Mas Aries sendiri tidak mengetahui di mana posisi Pura Lingsar, akhirnya kita gagal mengunjunginya. Di kemudian hari, kami mengetaui bahwa Pura Lingsar ternyata berada di luar kota Mataram juga, kira-kira 5 km di sebelah barat daya Taman Narmada. Karena gagal ke Pura LIngsar, akhirnya kita berjalan keliling-keliling daerah Ampenan. Jadi, daerah Ampenan ini katanya merupakan bagian kota tua Mataram. Letaknya dekat dengan Pantai Ampenan. Dan ke sinilah kita menuju menghabiskan sore hari.
TIPS 4 : Apalagi kalo bepergian sendiri, sebaiknya ketahui lokasi wisata yang akan kamu kunjungi sebelumnya. Sekarang kan enak, udah ada teknologi internet, Google Maps, dan Foursquare!
Pantai Ampenan sendiri bukan merupakan objek wisata yang menarik. Walaupun demikian, objek wisata yang murah meriah ini banyak dikunjungi oleh warga setempat yang juga menghabiskan sore hari bersama keluarga dan pasangannya. Sayang, saya tidak melihat ciri-ciri yang menandakan bahwa ini "Pantai Ampenan". Alih-alih, saya malah melihat gapura dengan tulisan "Anjungan Satu Hati". Ah, promosi banget sih. Mentang-mentang udah membantu renovasi, ga menyisakan sedikit pun ruang untuk sekedar membuat tulisan "Pantai Ampenan".
Mamah membeli makanan ringan yang dijual di sini. Namanya Putri Salju. Intinya sih, klepon raksasa berwarna ijo yang diberi kuah santan asin. Rasa santannya yang asin berpadu dengan isi parutan kelapa dan gula merah yang ada di dalam bola Putri Salju. Lumayan juga sebagai santapan sore.
Dari Pantai Ampenan, kita semua pulang ke hotel. Setelah drop barang-barang, kita berangkat lagi ke Mataram Mal dengan berjalan kaki. Letaknya deket kok, cuma 450 meter doang dari hotel. Btw, ngapain kita ke mal? Jadi, papah katanya mau nyari bantal, soalnya bantal cadangan yang dikasih dari hotel baunya apek. Tapi pas nyampe mal, bantal yang dijual ga ada yang bantal kapuk. Papah emang ga suka bantal busa. Ya udah, karena harganya mahal, akhirnya papah beli bantal yang dijual di toko furniture deket hotel. Lebih murah. Oiya, Mataram Mal ini adalah mal yang paling besar di kota Mataram. Seengganya hingga saat ini. Soalnya ada mal lain yang sedang dibangun, tapi lokasinya agak jauh ke luar kota. Mataram Mal sendiri terdiri dari Mataram Mal 1 dan Mataram Mal 2. Mal yang kita masuki pertama dari arah hotel ternyata Mataram Mal 2. Mataram Mal 1 terletak di sebelah utara Mataram Mal 2. Walau malnya paling besar, tapi ga berAC. Toko-toko yang ada bahkan mesti menyediakan AC mereka sendiri. Alhasil, di dalam mal rasanya kurang sejuk. AC yang kita rasakan cuma yang berhasil menyelinap dari dalam toko-toko. Setelah beli makan malam di McD dan KFC (sesekali lah, bosen Taliwang melulu), akhirnya kita balik lagi ke hotel.
Next, Holiday is Lombok! (Hari Ketiga) yang bakalan lebih seru karena kita bakalan menyusuri pantai-pantai yang ada di sebelah selatan Lombok Tengah!
Baca tulisan sebelumnya, "Holiday is Lombok (Hari Pertama)"
Hari kedua ini kita sekeluarga berangkat pagi-pagi. Jam 7 kita udah ciao dari hotel. Soalnya, kata Mas Aries jarak yang akan ditempuh jauh banget. Jadi kita lebih baik berangkat pagi-pagi. Dan memang, setelah saya ngeliat di Google Maps, Pantai Pink yang jadi tujuan pertama kita hari itu jauuuuuh banget. Bener-bener perjalanan dari ujung ke ujung.
Perjalanan menuju Pantai Pink melewati kota Praya di Lombok Tengah. Mas Aries yang ga hafal jalan, karena udah lama dan hanya pernah sekali pergi ke sana, menggunakan Google Maps dan berkali-kali mesti turun dari mobil untuk bertanya ke penduduk setempat. Malu bertanya sesat di jalan!
TIPS 3 : Kalo kamu ga yakin ama jalan yang mesti dilalui, daripada sotoy, mendingan nanya deh ama penduduk setempat. Salah jalan bakal ngabisin waktu! Sayang kan?
Jalan Lombok oke buanget. Kemulusan jalannya menurut saya di atas rata-rata. Faktor ini penting banget buat suatu daerah yang memajukan pariwisatanya. Selain itu, papan penunjuk jalan yang lengkap dan jelas juga penting. Tapi sayang, rupanya faktor yang kedua ini jadi kekurangan di Lombok. Menuju Pantai Pink, hampir tidak terlihat papan penunjuk jalannya. Itulah yang ngebikin Mas Aries mesti beberapa kali nanya ke warga setempat.
Setelah melewati jalan raya yang mulus dan lebar, jalan ke Pantai Pink mulai mengecil dan kurang mulus. Lebarnya hanya muat untuk satu setengah mobil. Kalo berpapasan sama kendaraan yang berlawanan arah kita mesti menurunkan kecepatan dan sedikit menepi supaya masing-masing bisa lewat. Dan di titik sekitar 8 km dari lokasi, jalan beraspal habis, digantikan oleh kombinasi jalan kerikil yang sudah diratakan, jalan berlapis kapur, dan aspal yang sudah rusak. Keliatannya sih jalan-jalan ini nantinya akan diaspal, mungkin dalam beberapa bulan ke depan akan jadi bagus.
Menjelang tujuan, pintu pantai ada di sebelah kiri dan diportal kayu. Ada preman cilik yang menjaga. Ga ada tiket resmi, jadi kita ngasih duit alakadarnya 10 ribu aja. Jalan menuju pantai agak menurun namun untungnya sudah dibeton, walau tidak terlalu rata. Mendingan lah, daripada cuma tanah berbatu. Kalo hujan pasti bakalan licin. Akhirnya, jam 10 siang kita sampe di pantai! Lumayan juga perjalanannya, sekitar 73 km lho, bayangkan!
Tanjung Ringgit sendiri berada sangat dekat dengan Pantai Pink, cuma sekitar 500 meter. Di sini, walau cuma tebing-tebing dan ga ada pantai, pemandangannya wow banget. Saya sempet ngambil beberapa foto di sini. Walau ada beberapa jadwal pantai lagi, namun kita memutuskan untuk tidak mengunjunginya. Selain karena akan menghabiskan waktu, kita juga udah capek dan merasa membutuhkan wisata selain pantai untuk menghabiskan sisa hari ini.
Baca selengkapnya di "Exploring Pantai Pink dan Tanjung Ringgit (Lombok Timur)"
Sepulang dari Tanjung Ringgit, karena udah tengah hari, kita langsung meminta Mas Aries untuk mengarahkan kendaraan ke rumah makan di kota Praya. Rumah makan yang kita datangi bukan merupakan tempat makan terkenal (sehingga ga dapet ulasan khusus), namanya RM Raniya. Agak menyebalkan makan di sini, karena pelayanannya lama. Jadinya cukup membuang waktu kita. Untung aja ayam taliwangnya enak. Jadi, kekecewaan karena menunggu lama agak terobati. Ini juga pertama kalinya kita mesen Bebalung, alias sop tulang khas Lombok. Kuahnya pake jahe.
Setelah makan, kita langsung berangkat lagi ke arah kota Mataram, untuk menuju ke Taman Narmada. Selama perjalanan di Lombok, kamu pasti akan menyadari bahwa ada sangat banyak masjid yang bisa dilihat dari tepi jalan. Masjid yang besar-besar dan pada umumnya belum selesai. Konon kata Mas Aries, masjid-masijd ini dibangun oleh para warga Lombok yang sukses dalam berusaha, umumnya para perantau. Pendek kata, masjid-masjid ini menjadi penanda kesuksesan mereka. Bagi saya, masjid-masjid ini malahan menjadi contoh pamer dan riya'. Apalagi kalo saya perhatikan, masjid-masjid yang baru dibangun tersebut kebanyakan bangunannya tinggi-tinggi, berdiri dengan angkuh, seakan-akan supaya dapat terlihat dari kejauhan. But anyway, saya aja belom mampu untuk membuat masjid sendiri. Hanya Allah yang mengetahui isi hati mereka. Wallahu 'alam.
Sampai di Taman Narmada, di tepi Jalan Raya Narmada, waktu sudah menunjukkan jam 4 sore. Taman Narmada terletak 10 km dari hotel kami, jadi jaraknya ga terlalu jauh di luar kota Mataram. Tamannya luas, bahkan memiliki sebuah kolam renang untuk umum. Ada beberapa orang yang sedang jogging. Ini kedua kalinya saya menemukan orang jogging di kawasan pura. Sebelumnya di Taman Mayura pun saya menemukan orang yang jogging. Enak sih memang, suasananya asri buat lari-lari.
Baca selengkapnya di "Menenangkan Hati di Taman Narmada (Lombok Barat)"
Untuk keluar dari Taman Narmada, kita diharuskan melalui jalan yang berbeda dari saat masuk. Yap, ini trik supaya kita mesti melewati kios-kios warga setempat yang menjual cinderamata. Adik saya tampaknya tertarik membeli gelang anyaman untu oleh-oleh. Hmm, di sini kita cukup ngabisin waktu juga. Duh, padahal setelah ini kan kita masih mau mengunjungi Pura Lingsar. Apakah waktunya akan cukup?
TIPS 4 : Apalagi kalo bepergian sendiri, sebaiknya ketahui lokasi wisata yang akan kamu kunjungi sebelumnya. Sekarang kan enak, udah ada teknologi internet, Google Maps, dan Foursquare!
Pantai Ampenan sendiri bukan merupakan objek wisata yang menarik. Walaupun demikian, objek wisata yang murah meriah ini banyak dikunjungi oleh warga setempat yang juga menghabiskan sore hari bersama keluarga dan pasangannya. Sayang, saya tidak melihat ciri-ciri yang menandakan bahwa ini "Pantai Ampenan". Alih-alih, saya malah melihat gapura dengan tulisan "Anjungan Satu Hati". Ah, promosi banget sih. Mentang-mentang udah membantu renovasi, ga menyisakan sedikit pun ruang untuk sekedar membuat tulisan "Pantai Ampenan".
Mamah membeli makanan ringan yang dijual di sini. Namanya Putri Salju. Intinya sih, klepon raksasa berwarna ijo yang diberi kuah santan asin. Rasa santannya yang asin berpadu dengan isi parutan kelapa dan gula merah yang ada di dalam bola Putri Salju. Lumayan juga sebagai santapan sore.
Dari Pantai Ampenan, kita semua pulang ke hotel. Setelah drop barang-barang, kita berangkat lagi ke Mataram Mal dengan berjalan kaki. Letaknya deket kok, cuma 450 meter doang dari hotel. Btw, ngapain kita ke mal? Jadi, papah katanya mau nyari bantal, soalnya bantal cadangan yang dikasih dari hotel baunya apek. Tapi pas nyampe mal, bantal yang dijual ga ada yang bantal kapuk. Papah emang ga suka bantal busa. Ya udah, karena harganya mahal, akhirnya papah beli bantal yang dijual di toko furniture deket hotel. Lebih murah. Oiya, Mataram Mal ini adalah mal yang paling besar di kota Mataram. Seengganya hingga saat ini. Soalnya ada mal lain yang sedang dibangun, tapi lokasinya agak jauh ke luar kota. Mataram Mal sendiri terdiri dari Mataram Mal 1 dan Mataram Mal 2. Mal yang kita masuki pertama dari arah hotel ternyata Mataram Mal 2. Mataram Mal 1 terletak di sebelah utara Mataram Mal 2. Walau malnya paling besar, tapi ga berAC. Toko-toko yang ada bahkan mesti menyediakan AC mereka sendiri. Alhasil, di dalam mal rasanya kurang sejuk. AC yang kita rasakan cuma yang berhasil menyelinap dari dalam toko-toko. Setelah beli makan malam di McD dan KFC (sesekali lah, bosen Taliwang melulu), akhirnya kita balik lagi ke hotel.
Next, Holiday is Lombok! (Hari Ketiga) yang bakalan lebih seru karena kita bakalan menyusuri pantai-pantai yang ada di sebelah selatan Lombok Tengah!
Baca tulisan sebelumnya, "Holiday is Lombok (Hari Pertama)"
Monday, April 20, 2015
Menenangkan Hati di Taman Narmada (Lombok Barat)
SEKILAS INFO : Kunjungi blog saya yang baru di myeatandtravelstory.wordpress.com yaaa. Di sana, kulinernya diupdate terus...
Tempat ini dulunya berfungsi sebagai tempat peristirahatan raja dan juga sebagai tempat pemujaan. Dibangun oleh Anak Agung Gde Ngurah Karangasem, dari Kerajaan Karangasem Bali pas dia lagi ada di Lombok. Taman Narmada dikenal juga dengan nama Istana Musim Kemarau, soalnya kalo musim kemarau dateng, raja akan meninggalkan istananya di Cakranegara untuk beristirahat di sini. Ya, ga heran sih kalo tempat ini lebih sejuk, selain banyak pepohonan asri, Taman Narmada memiliki banyak kolam yang dapat membawa hawa sejuk ke sekitarnya.
Taman Narmada terletak di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Jaraknya sekitar 10 kilometer sebelah timur kota Mataram. Untuk memasuki Taman Narmada ini, kita mesti membayar tiket masuk sebesar 6 ribu rupiah seorang. Jika membutuhkan informasi lebih mengenai taman ini, kita juga bisa meminta seorang pemandu untuk menemani. Tentunya, tidak gratis. Tapi saya sekeluarga memutuskan untuk ngider-ngider sendiri aja, biar lebih bebas.
Di dalam komplek Taman Narmada ini, sebenarnya terdapat dua kelompok bangunan. Kelompok bangunan yang bersifat non religi, berada di bagian barat, atau di dekat pintu masuk saat ini. Bangunan-bangunan ini antara lain ada Bale Mukedas (Bale Agung), Bale Terang, Bale Loji, dan Bale Tajuk yang kin sudah tidak ada lagi.
Turung ke bawah, di sebelah kolam ada sebuah bangunan kecil, Bale Petirtaan namanya. Bale Petirtaan merupakan bangunan yang di dalamnya terdapat mata air awet muda. Ada dua buah patung yang menjaga pintu masuk. Walaupun pintunya digembok, kita bisa meminta kuncen untuk membukanya. Karena saya ga berminat hal-hal beginian, saya menolak tawaran kuncen untuk masuk ke dalam. Sebenernya sih, khawatir mesti ngasih duit, heheee...
Dari sini, saya berjalan lagi menaiki tangga yang melewati 5 undakan yang ukurannya besar, persis seperti benteng. Di puncak undakan, ada sebuah pura yang bernama Pura Kelasa atau Pura Narmada. Pintunya sepertinya ditutup sehingga saya ga bisa liat kayak apa dalemnya. Sebelum pulang, saya sekeluarga menyempatkan membeli sate sapi yang dijual oleh penjaja yang mangkal di depan pura.
Taman Narmada
Jalan Raya Narmada, Lombok Barat
Koordinat GPS : -8.595219,116.203603 (copy ke search bar Google Maps)
Tempat ini dulunya berfungsi sebagai tempat peristirahatan raja dan juga sebagai tempat pemujaan. Dibangun oleh Anak Agung Gde Ngurah Karangasem, dari Kerajaan Karangasem Bali pas dia lagi ada di Lombok. Taman Narmada dikenal juga dengan nama Istana Musim Kemarau, soalnya kalo musim kemarau dateng, raja akan meninggalkan istananya di Cakranegara untuk beristirahat di sini. Ya, ga heran sih kalo tempat ini lebih sejuk, selain banyak pepohonan asri, Taman Narmada memiliki banyak kolam yang dapat membawa hawa sejuk ke sekitarnya.
Di dalam komplek Taman Narmada ini, sebenarnya terdapat dua kelompok bangunan. Kelompok bangunan yang bersifat non religi, berada di bagian barat, atau di dekat pintu masuk saat ini. Bangunan-bangunan ini antara lain ada Bale Mukedas (Bale Agung), Bale Terang, Bale Loji, dan Bale Tajuk yang kin sudah tidak ada lagi.
Kelompok bangunan yang bersifat sakral, berada di sebelah timur, berupa bangunan pura dan Bale Petirtaan. Setelah mendatangi beberapa komplek pura, saya menebak bangunan pura selalu berada di sisi yang lebih dekat dengan Gunung Rinjani. Khususnya di Taman Narmada ini, karena Gunung Rinjani ada di sebelah timur taman, maka pura berada di sebelah timur.
Pemandangan ke arah timur di atas dilihat dari Bale Terang. Tampak sebuah kolam yang disebut telaga Padamawangi. Di sebelah kiri atau utara kolam, ada tampak sepotong bangunan yang disebut Bale Petirtan. Di sebelah timur kolam, tampak undakan-undakan masif yang mana di pelataran puncaknya terdapat sebuah pura. Enak banget pokoknya "mangkal" di sini. Anginnya sepoi-sepoi. Kebayang jaman dulu, seorang rajalah yang sedang berada di posisi saya. Asoy!
Turung ke bawah, di sebelah kolam ada sebuah bangunan kecil, Bale Petirtaan namanya. Bale Petirtaan merupakan bangunan yang di dalamnya terdapat mata air awet muda. Ada dua buah patung yang menjaga pintu masuk. Walaupun pintunya digembok, kita bisa meminta kuncen untuk membukanya. Karena saya ga berminat hal-hal beginian, saya menolak tawaran kuncen untuk masuk ke dalam. Sebenernya sih, khawatir mesti ngasih duit, heheee...
Dari sini, saya berjalan lagi menaiki tangga yang melewati 5 undakan yang ukurannya besar, persis seperti benteng. Di puncak undakan, ada sebuah pura yang bernama Pura Kelasa atau Pura Narmada. Pintunya sepertinya ditutup sehingga saya ga bisa liat kayak apa dalemnya. Sebelum pulang, saya sekeluarga menyempatkan membeli sate sapi yang dijual oleh penjaja yang mangkal di depan pura.
Taman Narmada
Jalan Raya Narmada, Lombok Barat
Koordinat GPS : -8.595219,116.203603 (copy ke search bar Google Maps)
Exploring Pantai Pink dan Tanjung Ringgit (Lombok Timur)
SEKILAS INFO : Kunjungi blog saya yang baru di myeatandtravelstory.wordpress.com yaaa. Di sana, kulinernya diupdate terus...
Pantai Pink berada di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Pantai Pink disebut juga Pantai Tangsi. Mungkin sebelum ia populer karena pasirnya yang berwarna pink karena bercampur dengan butiran pasir berwarna merah muda hasil serpihan karang, dia bernama Pantai Tangsi. Garis pantainya ga terlalu panjang, karena di sebelah kiri dan kanannya dibatasi oleh bukit yang tidak terlalu tinggi.
Karena udah siang, warna pink pantainya ga terlalu keliatan. Kata orang yang jaga warung di pinggir pantai, warna pink keliatan pas pagi atau sore hari. Oalah, mestinya kita dateng sore kali ya. Kalo dateng pagi berarti mesti berangkat subuh. Kalo kamu niat banget dan bawa mobil sendiri, bisa aja kali ya. Pas saya perhatiin pasirnya yang dominan putih (atau krem kali ya), emang ada butiran-butiran merahnya.
Konon kisahnya, terek tek tek tek tek, warna pink pada pasirnya terbentuk karena butir-butir asli warna putih pasir bercampur dengan serpihan karang merah muda. Bias sinar matahari dan terpaan air laut menambah semakin jelas terlihat warna pink pantai tersebut. Dan konon katanya pantai ini merupakan salah satu dari tujuh pantai di dunia yang memiliki pasir pantai berwarna pink, dan satu dari dua pantai di Indonesia yang memiliki pasir pantai berwarna pink. Satu Pantai Pink lainnya ada di Pulau Komodo.
Cuaca siang hari di Pantai Pink extremely hot! Sangat direkomendasikan menggunakan pakaian berwarna putih daaaan topi. Topi petani gitu kayaknya bagus juga. Tapi terlalu menarik perhatian sih. Dan ribet dibawa di pesawat. Mungkin topi biasa aja kali ya.
Dan, walaupun cuacanya panas minta ampun, ada aja bule yang berjemur. Kira-kira ada ada 6 bule waktu itu, terbagi dalam dua grup. Beberapa ada yang menikmati pantai dengan snorkeling di tepi pantai. Ada juga warga setempat yang setelah pulang melaut, nyalse di bawah pohon. Kita? Ga usah lah kita ikut-ikutan berjemur, ntar kulit yang udah item ini makin item. Kita akhirnya jalan-jalan aja menyusuri pantai dan menaiki bukit yang agak rendah di sisi kiri pantai buat nyari view dan angle yang bagus buat moto.
Wow, ternyata pemandangan dari atas bukit oke banget. Keseluruhan Pantai Pink dapat terlihat dengan jelas. Di sini panasnya lebih-lebih lagi. Tapi kita tetep semangat buat nyari spot-spot yang bagus buat foto. Hal itu terbayar. Banyak banget foto kita yang diambil dari bukit ini.
Untungnya di Pantai Pink ini ada beberapa warung yang berjualan makanan ringan (standarnya sih Pop Mie) dan minuman dingin. Walau harganya 10 ribu sebotol, saya ga nolak. Maklum aja lah, mereka kan mesti nyediain es yang saya ga ngerti deh mereka datangkan dari mana. Saya bersyukur, di siang hari yang panas kayak gini masih bisa menyegarkan kreongkongan dengan meminum air dingin.
Setelah dari Pantai Pink, perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Ringgit. Letaknya ga jauh kok, dari pintu masuk yang berbelok ke Pantai Pink, kita cuma perlu berjalan lurus sejauh beberapa ratus meter. Di ujung jalan, ada menara suar Tanjung Ringgit milik Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Di situ mobil mesti diparkir karena perjalanan menuju ujung Tanjung Ringgit sebaiknya ditempuh dengan berjalan kaki. Di dekat bangunan menara suar, ada papan keterangan "Situs Budaya Meriam Jepang", jaraknya sekitar 300 meter. Ada goa juga yang jaraknya sedikit lebih jauh yaitu sekitar 500 meter.
Demi melihat jalan menuju ujung Tanjung Ringgit yang jauh, akhirnya saya, Nanda, dan mamah cuma berjalan sedikit aja, ga sampe ngeliat si meriam Jepang dan goanya. Soalnya siang itu cuaca makin panas, bikin haus, dan melelahkan. Namun, Tanjung Ringgit is surprisingly amazing! Walau tak berpantai, namun pemandangan tebing-tebing karang tepi lautnya bagus banget. Saya ngambil beberapa foto di sini dibantu ama si Nanda. Tapi jepretan dia suka kurang estetis, jadi hasilnya kurang oke buat saya pajang di sini *pembaca bersorak kecewa =P*
Pantai Pink dan Tanjung Ringgit
Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur
Koordinat GPS Pantai Pink : -8.859744,116.580336
Koordinat GPS Tanjung Ringgit : -8.861930,116.590399
(copy ke search bar Google Maps)
Baca juga "Holiday is Lombok! (Hari Kedua)"
Pantai Pink berada di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Pantai Pink disebut juga Pantai Tangsi. Mungkin sebelum ia populer karena pasirnya yang berwarna pink karena bercampur dengan butiran pasir berwarna merah muda hasil serpihan karang, dia bernama Pantai Tangsi. Garis pantainya ga terlalu panjang, karena di sebelah kiri dan kanannya dibatasi oleh bukit yang tidak terlalu tinggi.
Karena udah siang, warna pink pantainya ga terlalu keliatan. Kata orang yang jaga warung di pinggir pantai, warna pink keliatan pas pagi atau sore hari. Oalah, mestinya kita dateng sore kali ya. Kalo dateng pagi berarti mesti berangkat subuh. Kalo kamu niat banget dan bawa mobil sendiri, bisa aja kali ya. Pas saya perhatiin pasirnya yang dominan putih (atau krem kali ya), emang ada butiran-butiran merahnya.
Konon kisahnya, terek tek tek tek tek, warna pink pada pasirnya terbentuk karena butir-butir asli warna putih pasir bercampur dengan serpihan karang merah muda. Bias sinar matahari dan terpaan air laut menambah semakin jelas terlihat warna pink pantai tersebut. Dan konon katanya pantai ini merupakan salah satu dari tujuh pantai di dunia yang memiliki pasir pantai berwarna pink, dan satu dari dua pantai di Indonesia yang memiliki pasir pantai berwarna pink. Satu Pantai Pink lainnya ada di Pulau Komodo.
Cuaca siang hari di Pantai Pink extremely hot! Sangat direkomendasikan menggunakan pakaian berwarna putih daaaan topi. Topi petani gitu kayaknya bagus juga. Tapi terlalu menarik perhatian sih. Dan ribet dibawa di pesawat. Mungkin topi biasa aja kali ya.
Dan, walaupun cuacanya panas minta ampun, ada aja bule yang berjemur. Kira-kira ada ada 6 bule waktu itu, terbagi dalam dua grup. Beberapa ada yang menikmati pantai dengan snorkeling di tepi pantai. Ada juga warga setempat yang setelah pulang melaut, nyalse di bawah pohon. Kita? Ga usah lah kita ikut-ikutan berjemur, ntar kulit yang udah item ini makin item. Kita akhirnya jalan-jalan aja menyusuri pantai dan menaiki bukit yang agak rendah di sisi kiri pantai buat nyari view dan angle yang bagus buat moto.
Wow, ternyata pemandangan dari atas bukit oke banget. Keseluruhan Pantai Pink dapat terlihat dengan jelas. Di sini panasnya lebih-lebih lagi. Tapi kita tetep semangat buat nyari spot-spot yang bagus buat foto. Hal itu terbayar. Banyak banget foto kita yang diambil dari bukit ini.
Untungnya di Pantai Pink ini ada beberapa warung yang berjualan makanan ringan (standarnya sih Pop Mie) dan minuman dingin. Walau harganya 10 ribu sebotol, saya ga nolak. Maklum aja lah, mereka kan mesti nyediain es yang saya ga ngerti deh mereka datangkan dari mana. Saya bersyukur, di siang hari yang panas kayak gini masih bisa menyegarkan kreongkongan dengan meminum air dingin.
Setelah dari Pantai Pink, perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Ringgit. Letaknya ga jauh kok, dari pintu masuk yang berbelok ke Pantai Pink, kita cuma perlu berjalan lurus sejauh beberapa ratus meter. Di ujung jalan, ada menara suar Tanjung Ringgit milik Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Di situ mobil mesti diparkir karena perjalanan menuju ujung Tanjung Ringgit sebaiknya ditempuh dengan berjalan kaki. Di dekat bangunan menara suar, ada papan keterangan "Situs Budaya Meriam Jepang", jaraknya sekitar 300 meter. Ada goa juga yang jaraknya sedikit lebih jauh yaitu sekitar 500 meter.
Demi melihat jalan menuju ujung Tanjung Ringgit yang jauh, akhirnya saya, Nanda, dan mamah cuma berjalan sedikit aja, ga sampe ngeliat si meriam Jepang dan goanya. Soalnya siang itu cuaca makin panas, bikin haus, dan melelahkan. Namun, Tanjung Ringgit is surprisingly amazing! Walau tak berpantai, namun pemandangan tebing-tebing karang tepi lautnya bagus banget. Saya ngambil beberapa foto di sini dibantu ama si Nanda. Tapi jepretan dia suka kurang estetis, jadi hasilnya kurang oke buat saya pajang di sini *pembaca bersorak kecewa =P*
Pantai Pink dan Tanjung Ringgit
Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur
Koordinat GPS Pantai Pink : -8.859744,116.580336
Koordinat GPS Tanjung Ringgit : -8.861930,116.590399
(copy ke search bar Google Maps)
Baca juga "Holiday is Lombok! (Hari Kedua)"
Holiday is Lombok! (Hari Pertama)
SEKILAS INFO : Kunjungi blog saya yang baru di myeatandtravelstory.wordpress.com yaaa. Di sana, kulinernya diupdate terus...
Yessss, akhirnya saya dan keluarga ke Lombok jugaaaa, setelah sekian lama tertunda-tunda. Jadi ceritanya, mumpung adik saya yang paling kecil, Nanda, lagi libur sekolah karena kakak-kakak kelasnya lagi pada UAN, kami sekeluarga memanfaatkannya untuk pergi berwisata ke Lombok.
Dengan menggunakan situs pemesanan tiket online Traveloka, saya dan adik mulai ngeliat-liat harga tiket dari Bandung ke Lombok. Dibandingkan dengan harga tiket ke Bali, tiket ke Lombok kira-kira 50% lebih mahal. Yah, wajar aja kali ya. Selain jaraknya yang lebih jauh, animo wisata ke Lombok juga tentunya masih di bawah animo wisata ke Bali. Harga tiket Citilink PP Bandung-Lombok kurang lebih 1,25 juta rupiah saja, yang udah termasuk airport tax ama bagasi 15 kg. Tapi sialnya, gara-gara sering kita liatin, harganya naik jadi 1,35 juta dan itulah harga tiket yang kita beli. Sialnya lagi, abis kita beli, harganya balik ke normal. Siyaaaaalll...
TIPS 1 : Jangan keseringan ngeliat harga tiket pesawat untuk suatu tujuan pada tanggal tertentu di situs booking tiket online, ntar harganya naik!
Pada tanggal yang dipilih, yaitu 9 April, berangkatlah kami sekeluarga ke Bandara Husein Sastranegara, Bandara kesayangan namun juga sekaligus dibenci. Kok?
Kamu udah pernah belum ke bandara ini? Pertama, jalannya kecil. Pas saya dateng, lagi macet sepanjang beberapa ratus meter, dan ini udah lumrah lho. Tukang-tukang ojek malah udah siap di pinggir-pinggir jalan, menawarkan jasanya. Dan kalo tentengan kamu ga banyak atau jam boarding kamu udah mepet, mendingan kamu naik ojek deh. Karena macetnya bisa satu jam baru nyampe deh ke gerbang itu bandara. Biar lebih cepet, mendingan kamu alihin biaya taksi kamu ke ojek deh. Terus, kenapa bisa macet gitu? Soalnya area sekitar bandara sempit banget. Parkiran ga memadai. Sementara lalu lintas kendaraan yang akan masuk tinggi banget.
Yang kedua, bandaranya tuh keciiiil. Ruang tunggunya juga padet banget, AC ga kerasa dinginnya. Emang sih, bandaranya lagi diperluas di sebelah timur. Tapi seberapa lega bandara nantinya? Lahannya kan cuma segitu-gitunya. Udah gitu, bandaranya masih gabung pula sama bandara militer. Jadi, harap maklum kalo banyak pengumuman penundaan keberangkatan pesawat karena diseling sama kegiatan pesawat militer. Yang terakhir, bandara ini ga puya garbarata. Tau kan garbarata? Itu tuh, belalai yang nyambungin gedung bandara ama pesawat. Ngga, ga ada garbarata. Yang ada kita mesti jalan kaki sampe ke tangga naik ke pesawat. Sialnya, pesawat kita parkirnya rada jauh dari gedung.
Alhasil, setelah delay dan jalan kaki naik ke pesawat, sekitar 40 menit kemudian pesawat kita berangkat.
Yes, kita sampe di Lombok. Perjalanannya lebih kurang satu setengah jam. Bandaranya, walau katanya bandara internasional, kecil. Mungkin cuma sedikit lebih gede dari Bandung punya. Tapi mending lah, mereka punya dua garbarata. Dan lahan untuk perluasan bandara masih amat sangat luas. Soalnya, bandara internasional baru yang menggantikan bandara Selaparang di kota Mataram ini terletak rada-rada out of nowhere. Sekitaran bandara ini relatif masih hutan, ladang, dan padang rumput. Letaknya di Kabupaten Lombok Tengah, selatan kota Praya, makanya di kode bandara disebut Bandara Lombok Praya dengan kode LOP. Tapi masyarakat setempat lebih sering menyebutnya dengan BIL atau Bandara Internasional Lombok. Bahkan penunjuk jalan pun merujuk dengan menggunakan nama ini.
Keluar bandara, AC mulai menghilang dan mulai kerasa lah panas menyengatnya Lombok. Saya langsung inget panasnya Batam. Keluar pintu gedung bandara, kita udah "disambut" oleh banyak warga-warga sekitar yang berdiri di sana cuma buat nontonoin penumpang pesawat yang keluar. Apa menariknya coba? Ngeliatin bule-bule yang dateng gitu udah membuat mereka cukup terhibur? Saya jadi iri sama bentuk hiburan warga di sini yang begitu sederhana.
TIPS 2 : Pakailah pakaian yang aneh dan menarik untuk menghibur warga setempat. Ingat, membuat orang tersenyum ada pahalanya!
Karena perut udah laper, kita langsung aja ciao ke kota Mataram buat makan Taliwang, diantar oleh Mas Aries yang akan menjadi pengemudi mobil kami selama 6 hari ke depan. Perjalanan menuju kota Mataram yang jauhnya 35 km melalui jalan by-pass dan menghabiskan waktu sekitar 40 menit. Jalanannya lancar, ga pake macet-macetan.
Yak, kita sampai di Rumah Makan Taliwang Irama, yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani. Karena kita datengnya udah jam 3, rumah makan baru aja sepi dari pengunjung-pengunjung yang dateng buat makan siang. Enak deh. Jadi rada private. Kita udah excited banget buat makan ayam taliwang langsung di daerah asalnya, Lombok. Jadi kita semua mesen ayam taliwang. Dan ga lupa, lalapan khas Lombok, si pelecing kangkung.
Baca selengkapnya di "Makan Ayam Taliwang di Taliwang Irama (Mataram)"
Beres makan sekitar jam 4. Kita masih punya waktu buat langsung berkunjung ke beberapa tempat wisata di kota Mataram. Objek wisata pertama yang kita datengin yaitu Taman Mayura yang berada di tengah kota Mataram. Tiket masuknya udah resmi, yaitu 10 ribu rupiah. Setelah bayar, kita akan diberikan ikat pinggang kain berwarna kuning yang mesti digunakan selama berada di area wisata dan terutama pura. Jadi, di area Taman Mayura ini ada sebuah kolam luas yang tentu tidak mungkin terlewatkan oleh kita. Sementara di sebelah timur ada sebuah pura yang bernama Pura Jagatnatha.
Baca selengkapnya di "Mengunjungi Taman Mayura dan Pura Jagatnatha (Mataram)"
Karena ga banyak hal yang dapat diliat atau dilakukan di sini, kunjungan kita singkat aja. Abis ini, kita masih ada waktu satu jam lebih buat menikmati sunset di Pantai Senggigi. Dalam perjalanan ini, kita sempet melewati bandara Selaparang yang sekarang udah ga dipake lagi. Entahlah nantinya akan digunakan jadi apa. Walau jaraknya cuma 18 km, perjalanan ke Senggigi membutuhkan waktu hampir satu jam. Selain karena Mas Aries bawa mobilnya rada pelan, jaraknya juga ternyata lumayan jauh. Dan yang paling bikin shock, ternyata Pantai Senggigi ga sespesial yang saya bayangkan! Mungkin karena ga pake telor...
Baca selengkapnya di "Sunset di Pantai Senggigi (Lombok)"
Pulang dari Pantai Senggigi, kita mampir di toko yang menjual kaos khas Lombok. Lokasinya masih di sekitar Pantai Senggigi. Namanya Lombok Exotic. Bangunan tokonya gede dan dua lantai. Lantai bawah menjual souvenir, sandal, dan kaos-kaos khusus laki-laki, sementara lantai atasnya menjual pakaian untuk perempuan. Desainnya menurut saya lumayan. Ga terlalu norak. Bahan kainnya juga keliatannya nyaman buat dipake. Oke lah buat oleh-oleh. Tapi, saya ga beli juga sih =P
Sebelum ke hotel, kita nyempetin mampir ke RM Rinjani yang menjual nasi balap puyung khas Lombok. RM Rinjani ini sebenernya udah kita lewatin pas mau ke Senggigi, letaknya di deket bandara Selaparang. Karena saya pengen moto nasi balap puyung di atas piring, akhirnya saya pesen satu buat makan di tempat. Sementara yang lain pesen dibungkus buat dimakan di hotel.
Baca selengkapnya di "Nyobain Nasi Balap Puyung Khas Lombok di RM Rinjani (Mataram)"
Hotel kita berada di daerah yang disebut Cakranegara. Kata Mas Aries, rumahnya ternyata berada di deket hotel juga. Walaupun mayoritas warga Lombok adalah muslim, daerah Cakranegara ini didiami oleh penduduk yang rata-rata beragama Hindu. Bahkan pemilik Hotel Viktor 3 yang kami tempati ini pun beragama Hindu. Hotelnya jadi keren, pintu masuknya berupa gerbang batu dengan hias ukiran khas Bali. Bahkan ornamen-ornamen eksterior di luar kamar pun khas Bali.
Kamar hotel yang kita tempati cukup luas. Fasilitas kamar meliputi TV kabel Indovision (yang pada hari keempat tagihannya belum dibayar sehingga kami jadi cuma bisa nonton TVRI), double size bed dengan bed cover sekaligus selimut, AC, dua meja kecil, kamar mandi dalam dengan shower, wastafel, dan WC duduk. Pada pagi hari, kita pun mendapatkan sarapan dua tangkup roti bakar isi selai nanas yang dipotong segitiga, telur rebus, dan minuman berupa teh manis atau susu. Oh lupa, hotel ini pun bahkan dilengkapi dengan wifi. Lumayan, hemat pulsa.
Baca selengkapnya di "Review Hotel Viktor 3 (Mataram)"
Next, "Holiday is Lombok! (Hari Kedua)" yang akan meliput perjalanan hari kedua keluarga saya di Lombok!
Yessss, akhirnya saya dan keluarga ke Lombok jugaaaa, setelah sekian lama tertunda-tunda. Jadi ceritanya, mumpung adik saya yang paling kecil, Nanda, lagi libur sekolah karena kakak-kakak kelasnya lagi pada UAN, kami sekeluarga memanfaatkannya untuk pergi berwisata ke Lombok.
Dengan menggunakan situs pemesanan tiket online Traveloka, saya dan adik mulai ngeliat-liat harga tiket dari Bandung ke Lombok. Dibandingkan dengan harga tiket ke Bali, tiket ke Lombok kira-kira 50% lebih mahal. Yah, wajar aja kali ya. Selain jaraknya yang lebih jauh, animo wisata ke Lombok juga tentunya masih di bawah animo wisata ke Bali. Harga tiket Citilink PP Bandung-Lombok kurang lebih 1,25 juta rupiah saja, yang udah termasuk airport tax ama bagasi 15 kg. Tapi sialnya, gara-gara sering kita liatin, harganya naik jadi 1,35 juta dan itulah harga tiket yang kita beli. Sialnya lagi, abis kita beli, harganya balik ke normal. Siyaaaaalll...
TIPS 1 : Jangan keseringan ngeliat harga tiket pesawat untuk suatu tujuan pada tanggal tertentu di situs booking tiket online, ntar harganya naik!
Pada tanggal yang dipilih, yaitu 9 April, berangkatlah kami sekeluarga ke Bandara Husein Sastranegara, Bandara kesayangan namun juga sekaligus dibenci. Kok?
Kamu udah pernah belum ke bandara ini? Pertama, jalannya kecil. Pas saya dateng, lagi macet sepanjang beberapa ratus meter, dan ini udah lumrah lho. Tukang-tukang ojek malah udah siap di pinggir-pinggir jalan, menawarkan jasanya. Dan kalo tentengan kamu ga banyak atau jam boarding kamu udah mepet, mendingan kamu naik ojek deh. Karena macetnya bisa satu jam baru nyampe deh ke gerbang itu bandara. Biar lebih cepet, mendingan kamu alihin biaya taksi kamu ke ojek deh. Terus, kenapa bisa macet gitu? Soalnya area sekitar bandara sempit banget. Parkiran ga memadai. Sementara lalu lintas kendaraan yang akan masuk tinggi banget.
Yang kedua, bandaranya tuh keciiiil. Ruang tunggunya juga padet banget, AC ga kerasa dinginnya. Emang sih, bandaranya lagi diperluas di sebelah timur. Tapi seberapa lega bandara nantinya? Lahannya kan cuma segitu-gitunya. Udah gitu, bandaranya masih gabung pula sama bandara militer. Jadi, harap maklum kalo banyak pengumuman penundaan keberangkatan pesawat karena diseling sama kegiatan pesawat militer. Yang terakhir, bandara ini ga puya garbarata. Tau kan garbarata? Itu tuh, belalai yang nyambungin gedung bandara ama pesawat. Ngga, ga ada garbarata. Yang ada kita mesti jalan kaki sampe ke tangga naik ke pesawat. Sialnya, pesawat kita parkirnya rada jauh dari gedung.
Alhasil, setelah delay dan jalan kaki naik ke pesawat, sekitar 40 menit kemudian pesawat kita berangkat.
Yes, kita sampe di Lombok. Perjalanannya lebih kurang satu setengah jam. Bandaranya, walau katanya bandara internasional, kecil. Mungkin cuma sedikit lebih gede dari Bandung punya. Tapi mending lah, mereka punya dua garbarata. Dan lahan untuk perluasan bandara masih amat sangat luas. Soalnya, bandara internasional baru yang menggantikan bandara Selaparang di kota Mataram ini terletak rada-rada out of nowhere. Sekitaran bandara ini relatif masih hutan, ladang, dan padang rumput. Letaknya di Kabupaten Lombok Tengah, selatan kota Praya, makanya di kode bandara disebut Bandara Lombok Praya dengan kode LOP. Tapi masyarakat setempat lebih sering menyebutnya dengan BIL atau Bandara Internasional Lombok. Bahkan penunjuk jalan pun merujuk dengan menggunakan nama ini.
Keluar bandara, AC mulai menghilang dan mulai kerasa lah panas menyengatnya Lombok. Saya langsung inget panasnya Batam. Keluar pintu gedung bandara, kita udah "disambut" oleh banyak warga-warga sekitar yang berdiri di sana cuma buat nontonoin penumpang pesawat yang keluar. Apa menariknya coba? Ngeliatin bule-bule yang dateng gitu udah membuat mereka cukup terhibur? Saya jadi iri sama bentuk hiburan warga di sini yang begitu sederhana.
TIPS 2 : Pakailah pakaian yang aneh dan menarik untuk menghibur warga setempat. Ingat, membuat orang tersenyum ada pahalanya!
Karena perut udah laper, kita langsung aja ciao ke kota Mataram buat makan Taliwang, diantar oleh Mas Aries yang akan menjadi pengemudi mobil kami selama 6 hari ke depan. Perjalanan menuju kota Mataram yang jauhnya 35 km melalui jalan by-pass dan menghabiskan waktu sekitar 40 menit. Jalanannya lancar, ga pake macet-macetan.
Yak, kita sampai di Rumah Makan Taliwang Irama, yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani. Karena kita datengnya udah jam 3, rumah makan baru aja sepi dari pengunjung-pengunjung yang dateng buat makan siang. Enak deh. Jadi rada private. Kita udah excited banget buat makan ayam taliwang langsung di daerah asalnya, Lombok. Jadi kita semua mesen ayam taliwang. Dan ga lupa, lalapan khas Lombok, si pelecing kangkung.
Baca selengkapnya di "Makan Ayam Taliwang di Taliwang Irama (Mataram)"
Beres makan sekitar jam 4. Kita masih punya waktu buat langsung berkunjung ke beberapa tempat wisata di kota Mataram. Objek wisata pertama yang kita datengin yaitu Taman Mayura yang berada di tengah kota Mataram. Tiket masuknya udah resmi, yaitu 10 ribu rupiah. Setelah bayar, kita akan diberikan ikat pinggang kain berwarna kuning yang mesti digunakan selama berada di area wisata dan terutama pura. Jadi, di area Taman Mayura ini ada sebuah kolam luas yang tentu tidak mungkin terlewatkan oleh kita. Sementara di sebelah timur ada sebuah pura yang bernama Pura Jagatnatha.
Baca selengkapnya di "Mengunjungi Taman Mayura dan Pura Jagatnatha (Mataram)"
Karena ga banyak hal yang dapat diliat atau dilakukan di sini, kunjungan kita singkat aja. Abis ini, kita masih ada waktu satu jam lebih buat menikmati sunset di Pantai Senggigi. Dalam perjalanan ini, kita sempet melewati bandara Selaparang yang sekarang udah ga dipake lagi. Entahlah nantinya akan digunakan jadi apa. Walau jaraknya cuma 18 km, perjalanan ke Senggigi membutuhkan waktu hampir satu jam. Selain karena Mas Aries bawa mobilnya rada pelan, jaraknya juga ternyata lumayan jauh. Dan yang paling bikin shock, ternyata Pantai Senggigi ga sespesial yang saya bayangkan! Mungkin karena ga pake telor...
Baca selengkapnya di "Sunset di Pantai Senggigi (Lombok)"
Pulang dari Pantai Senggigi, kita mampir di toko yang menjual kaos khas Lombok. Lokasinya masih di sekitar Pantai Senggigi. Namanya Lombok Exotic. Bangunan tokonya gede dan dua lantai. Lantai bawah menjual souvenir, sandal, dan kaos-kaos khusus laki-laki, sementara lantai atasnya menjual pakaian untuk perempuan. Desainnya menurut saya lumayan. Ga terlalu norak. Bahan kainnya juga keliatannya nyaman buat dipake. Oke lah buat oleh-oleh. Tapi, saya ga beli juga sih =P
Sebelum ke hotel, kita nyempetin mampir ke RM Rinjani yang menjual nasi balap puyung khas Lombok. RM Rinjani ini sebenernya udah kita lewatin pas mau ke Senggigi, letaknya di deket bandara Selaparang. Karena saya pengen moto nasi balap puyung di atas piring, akhirnya saya pesen satu buat makan di tempat. Sementara yang lain pesen dibungkus buat dimakan di hotel.
Baca selengkapnya di "Nyobain Nasi Balap Puyung Khas Lombok di RM Rinjani (Mataram)"
Hotel kita berada di daerah yang disebut Cakranegara. Kata Mas Aries, rumahnya ternyata berada di deket hotel juga. Walaupun mayoritas warga Lombok adalah muslim, daerah Cakranegara ini didiami oleh penduduk yang rata-rata beragama Hindu. Bahkan pemilik Hotel Viktor 3 yang kami tempati ini pun beragama Hindu. Hotelnya jadi keren, pintu masuknya berupa gerbang batu dengan hias ukiran khas Bali. Bahkan ornamen-ornamen eksterior di luar kamar pun khas Bali.
Kamar hotel yang kita tempati cukup luas. Fasilitas kamar meliputi TV kabel Indovision (yang pada hari keempat tagihannya belum dibayar sehingga kami jadi cuma bisa nonton TVRI), double size bed dengan bed cover sekaligus selimut, AC, dua meja kecil, kamar mandi dalam dengan shower, wastafel, dan WC duduk. Pada pagi hari, kita pun mendapatkan sarapan dua tangkup roti bakar isi selai nanas yang dipotong segitiga, telur rebus, dan minuman berupa teh manis atau susu. Oh lupa, hotel ini pun bahkan dilengkapi dengan wifi. Lumayan, hemat pulsa.
Baca selengkapnya di "Review Hotel Viktor 3 (Mataram)"
Next, "Holiday is Lombok! (Hari Kedua)" yang akan meliput perjalanan hari kedua keluarga saya di Lombok!
Labels:
akomodasi,
balap puyung,
hotel,
jalan-jalan,
kangkung,
lombok,
pantai,
pelecing,
pura,
taliwang,
taman
Nyobain Nasi Balap Puyung Khas Lombok di RM Rinjani (Mataram)
SEKILAS INFO : Kunjungi blog saya yang baru di myeatandtravelstory.wordpress.com yaaa. Di sana, kulinernya diupdate terus...
Begitu kamu dateng ke Lombok, kamu akan langsung tersadar bahwa kuliner Lombok ga cuma ada ayam taliwang doang. Nasi balap puyung ini salah satunya.
Menurut sejarah, masakan ini dinamai nasi balap puyung karena dulu ada penjual nasi bernama Inaq Esun yang berjualan makanan di Kampung Puyung, Lombok Tengah. Inaq Esun memiliki seorang anak yang selalu menang dalam lomba balap lari. Setiap kali ada lomba balap lari, Inaq Esun selalu memberikan makanan gratis untuk para pendukung anaknya yang berupa nasi putih, plecingan ayam kering dan dicampur dengan kacang kedele. Sejak saat itulah nasi balap puyung menjadi begitu populer dan mulai dikenal oleh masyarakat Lombok.
Walaupun RM Rinjani yang saya mampiri ini bukan cabang nasi balap puyung Inaq Esun, ga ada salahnya kita mencoba. Jangan langsung men-judge bahwa nasi balap puyungnya ga oke sebelum dicoba. Pantang banget tuh buat petualang kuliner!
Nasi balap puyung sebenernya masakan yang amat sederhana. Dalam menu standar nasi balap, selain nasi putih kita akan memperoleh kacang kedele goreng, parutan kelapa goreng yang terasa seperti abon kering, sambel serta yang ini nih yang paling penting : ayam pelecing yang udah disuwir-suwir. Kenapa paling penting? Soalnya ayam pelecing ini rasanya nendang banget. Pedes gilaaaa... Padahal bumbunya cuma pake bawang putih, cabai, dan terasi. Ayam taliwang yang saya makan aja rasanya ga sepedes ini. Tapi karena rasanya yang nendang ini, justru bikin kita pengen nambah teruussss....
Nasi Balap Puyung Ekstra Lauk IDR 11K
Nasi Balap Puyung RM Rinjani
Pertokoan Griya Pesona Rinjani, Jalan Adi Sucipto, Ampenan, Mataram
Koordinat GPS : -8.565462,116.094485 (copy ke search bar Google Maps)
Baca juga "Lombok is Holiday! (Hari Pertama)"
Begitu kamu dateng ke Lombok, kamu akan langsung tersadar bahwa kuliner Lombok ga cuma ada ayam taliwang doang. Nasi balap puyung ini salah satunya.
Menurut sejarah, masakan ini dinamai nasi balap puyung karena dulu ada penjual nasi bernama Inaq Esun yang berjualan makanan di Kampung Puyung, Lombok Tengah. Inaq Esun memiliki seorang anak yang selalu menang dalam lomba balap lari. Setiap kali ada lomba balap lari, Inaq Esun selalu memberikan makanan gratis untuk para pendukung anaknya yang berupa nasi putih, plecingan ayam kering dan dicampur dengan kacang kedele. Sejak saat itulah nasi balap puyung menjadi begitu populer dan mulai dikenal oleh masyarakat Lombok.
Walaupun RM Rinjani yang saya mampiri ini bukan cabang nasi balap puyung Inaq Esun, ga ada salahnya kita mencoba. Jangan langsung men-judge bahwa nasi balap puyungnya ga oke sebelum dicoba. Pantang banget tuh buat petualang kuliner!
Nasi balap puyung sebenernya masakan yang amat sederhana. Dalam menu standar nasi balap, selain nasi putih kita akan memperoleh kacang kedele goreng, parutan kelapa goreng yang terasa seperti abon kering, sambel serta yang ini nih yang paling penting : ayam pelecing yang udah disuwir-suwir. Kenapa paling penting? Soalnya ayam pelecing ini rasanya nendang banget. Pedes gilaaaa... Padahal bumbunya cuma pake bawang putih, cabai, dan terasi. Ayam taliwang yang saya makan aja rasanya ga sepedes ini. Tapi karena rasanya yang nendang ini, justru bikin kita pengen nambah teruussss....
Nasi Balap Puyung Ekstra Lauk IDR 11K
Nasi Balap Puyung RM Rinjani
Pertokoan Griya Pesona Rinjani, Jalan Adi Sucipto, Ampenan, Mataram
Koordinat GPS : -8.565462,116.094485 (copy ke search bar Google Maps)
Baca juga "Lombok is Holiday! (Hari Pertama)"
Subscribe to:
Posts (Atom)